Hai, kamu. Kamu yang pernah (dan masih) saya rindukan. Apa kabar? Saya dengar kamu sudah berhasil melewati ujian terakhir untuk menjadi sarjana. Selamat ya. Saya turut berbahagia mendengarnya. Tak perlu kamu bertanya-tanya dari mana saya dengar kabar itu. Mungkin angin sedang berbaik hati menyampaikan berita gembira pada saya yang (masih dan terus) dirundung duka saat kamu beranjak, memilih pergi dan mengakhiri 'kita'.
Saya sadar, teramat sadar. Sudah saatnya saya beranjak dari masa lalu, dan melangkah maju meski tertatih. Menyusuri jejakmu, lalu berbelok di persimpangan itu. Menjauh dari hidupmu, bayanganmu. Tapi, saya tahu kamu sadar, saya tak akan mampu secepat itu menghapus data tentang dirimu dalam memori otak saya. Namamu terlalu dalam terpahat di benak saya, tak cukup hitungan bulan menghapusnya. Mungkin butuh tahun, atau saya serahkan saja pada waktu kapan ia mampu menghapus pahatan itu.
Mungkin kamu sudah mendengar kabar, bahwa saya telah membentuk 'kita' yang lain. Seperti hal nya saya mendapat kabar kamu telah bersama dengan gadis lain. Tapi saya rasa kamu takkan lagi peduli mengenai kisah saya setelah kamu pergi, karena, yah, kamu tak lagi peduli. Tak ada lagi nama saya di benak maupun hati mu. Tidak seperti saya, yang selalu saja mencari kabar tentang mu. Tak pernah jera meski semua kabar itu hanya membuat luka kembali terbuka.
Tapi, 'kita' yang lain itu, yang saya bentuk dengan lelaki yang memaksa merasa mampu menggantikanmu itu, belum mampu menghantikan kenangan yang kamu tinggalkan sebelum kamu beranjak pergi. Ya, dia, lelaki itu, masih belum mampu mengenyahkanmu dari setiap sel otak saya. Menggantikan namamu dengan namanya. Tapi dia tak pernah tahu, dia hanya tahu saya bersamanya kini.
Dan seiring dengan tetesan air mata saya yang semakin deras malam ini, saya hanya mampu membisikkan...
Saya rindu kamu, K.
Saya rindu kamu, K.
No comments:
Post a Comment