Tuesday, October 21, 2014

Menjauh, Pergi, dan Menghilang

Terima kasih  atas pengakuan jujur mu. Saya tidak kecewa, pun sedih atau terluka. Saya bahkan teramat berterima kasih, karena dengan ini saya dapat meredam perasaan saya. Sebelum semua terlambat dan saya terlanjur hanyut dalam perasaan semu ini.
Saya tak akan menganggap kamu jahat, terpikirkan saja tak pernah. Hanya karena kamu menganggap saya berbeda dengan yang saya harapkan tak lantas mengubahmu menjadi penjahat.
Karena saya percaya, kamu tak pernah berniat melukai saya. Kalau pun iya, bahwa kamu memang sengaja membuat saya terluka dan semakin tak percaya pada pria, saya tak ambil pusing. Toh itu urusanmu dan Sang Maha Pencipta.
Yang dapat saya pastikan, saya tak akan menjauh. Karena, jujur, saya tak sanggup jauh dari kamu. Tapi maaf, mungkin saya akan agak sedikit dingin. Karena saya ingin mengendalikan perasaan saya, agar tak lagi seenaknya mengharapkan balasan darimu.
Bukan saya yang pergi, tapi perasaan yang tak layak ada inilah yang ingin saya enyahkan. Dan tentu saja bukan saya yang menghilang, tapi benih "cinta" ini yang sangat ingin saya lenyapkan.
Dan saya dengan senang hati akan selalu menjadi adikmu. Meski saat ini saya masih mengharapkan yang lebih dari itu :')
Kita punya luka yang sama. Mungkin inilah yang membuat saya nyaman berada di sekitar kamu. Saya pun masih takut berkomitmen, karena saya takut mendadak ditinggal seorang diri saat saya ada di puncak rasa.

Tapi kamu yang mulai mengupas rasa takut itu.
Dan kamu juga yang menghapus harapan itu.

Tidak, saya tidak kecewa, pun sedih atau terluka. Saya hanya butuh waktu untuk membenahi rasa dan asa, yang saya pupuk sejak hari itu. Sejak 14 september itu. Yang katamu kamu tak akan pernah lupa dengan tanggal itu.
Semoga segera rasa dan asa (yang kini sia-sia) bisa segera saya benahi. Sehingga saya bisa bercengkrama lagi dengan kamu, tanpa ada ekspektasi dan harapan yang terlalu tinggi :')

Sincerely,

Ayi (the-always-broken-hearted-girl)

Wednesday, October 15, 2014

Something important (for me), but might be not (for you)

Hmmmm...
Sbnrnya saya ragu untuk menuliskan ini, tapi yah...sudahlah...

Kamu selalu bilang, kamu merasa, dan kamu tau bagaimana perasaan saya. Padahal, saya sendiri tidak pernah menerti dengan apa yang saya rasakan...
Dan yang paling penting, saya tak pernah tau perasaan kamu sebenarnya...

Tapi, jika ternyata yang saya dan kamu rasakan adalah rasa yang berbeda.......
Tolong ingatkan saya untuk berhenti, selagi perasaan saya kepadamu belum terlalu dalam, selagi perasaan ini masih bisa saya redakan...
Jika memang tak sama, jangan biarkan saya terus memupuk asa yang sia-sia...
Jika memang berbeda, jangan biarkan saya salah paham, sendirian.

Maaf, jika saya lancang, seakan mendesak kamu. Bukan maksud saya menambah beban pikiran kamu. Tapi sebagai seorang manusia tanpa daya, yang hanya punya segumpal rasa, saya hanya ingin memastikan. Apa saya harus terus melangkah menuju kamu, atau cukup berhenti dan berputar arah.
Karena saya ingin kamu meninggalkan kesan yang berbeda. Karena saya tak ingin menganggap kamu sebagai lelaki tanpa nurani. Karena sejauh ini, selain Papi dan Adik saya, kamu lelaki paling baik yang pernah saya kenal.

Maaf atas kelancangan saya.

Sincerely,
Ayi